TUGAS
SOFSKILL
KASUS
BANK LIPPO Tbk
NAMA KELOMPOK
1.
Aditya
Anggoro Jati (20211211)
2.
Afrizal (20211291)
3.
Afrika
Nur Dwiyana (29211497)
4.
Aina
Sitianingsih (20211472)
5.
Amanda
Astari Kirana (28211467)
6.
Aprilya
Rianata (21211029)
7.
Bama
Ibadur Rahman (21211394)
8.
Brammono
(28211133)
KATA PENGANTAR
Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan
puja bagi-Nya Tuhan semesta alam. Berkat rahmat dan izin-Nya pada akhirnya
dapat menyelesaikan tugas kelompok sofskill. Pada kesempatan ini saya ucapkan
kepada teman anggota yang sudah membantu menyelesaikan tugas kelompok sofskill
etika profesi akuntansi.
Dalam hal ini kita menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada tugas
sofskill yang dibuat.
Akhir kata, kita dari kelompok 1
berharap semoga tugas yang kita buat dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
teman-teman yang membacanya.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………......... i
KATA PENGANTAR
………………………………………………….…………....... ii
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………......
iii
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………………......... 1
BAB II LANDASAN
TEORI ...................................................................................… 2
2.1 Pengertian Etika Profesi Akuntansi ..……………………………………...... 3
2.2 Prinsip-prinsip
Etika Profesi Akuntansi …………………...……………....... 4
2.3 Basis Teori Etika ……………………………………………...…………… 5
2.4 Egoisme ……………………………………………………..……………. 6
BAB III
OBJEK PEMBAHASAN …………………………………………..………... 7
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS ………………………….………............ 8
4.1
Saham ……………………………………………………………………….. 9
4.2 Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye
Bill Clinton …………….......…....... 9
4.3 Pelanggaran Hukum Oleh Bank Lippo
…………………………………......... 10
4.4 Penjelasan Dari
Pihak Bank Lippo ……………..……………………............ 12
4.5 Putusan Atas Kasus
Laporan Ganda Bank Lippo ……………………..…....... 13
BAB V
PENUTUP ……………………………………………………………………. 14
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………………..... 15
BAB
1
PENDAHULUAN
Akuntan
publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari
klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan
keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Profesi akuntan publik akan
selalu berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang akuntan publik
berada pada dua pilihan yang bertentangan. Seorang akuntan publik akan
mengalami suatu dilema ketika tidak terjadi kesepakatan dengan klien mengenai
beberapa aspek dan tujuan pemeriksaan. Apabila akuntan publik memenuhi tuntutan
klien berarti akan melanggar standar pemeriksaan, etika profesi dan komitmen
akuntan publik tersebut terhadap profesinya, tetapi apabila tidak memenuhi
tuntutan klien maka dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian penugasan
oleh klien. Kode etik akuntan indonesia dalam pasal 1 ayat (2) adalah berisi
tentang setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektifitas dalam
melaksanakan tugasnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan.
Kurangnya kesadaran etika akuntan
publik dan maraknya manipulasi akuntansi korporat membuat kepercayaan para
pemakai laporan keuangan auditan mulai menurun, sehingga para pemakai laporan
keuangan seperti investor dan kreditur mempertanyakan eksistensi akuntan publik
sebagai pihak independen.
Krisis moral dalam dunia bisnis yang
mengemuka akhir-akhir ini adalah kasus Kimia Farma dan Bank Lippo, dengan
melibatkan kantor-kantor akuntan publik yang selama ini diyakini memiliki
kualitas audit tinggi. Kasus Kimia Farma dan Bank Lippo juga berawal dari
terdeteksinya manipulasi dalam laporan keuangan.
Pelanggaran-pelanggaran seakan
menjadi titik tolak bagi masyarakat pemakai jasa profesi akuntan publik untuk
menuntut mereka bekerja secara lebih profesional dengan mengedepankan integritas
diri dan profesinya sehingga hasil laporannya benar-benar adil dan transparan.
Hal ini semakin mempengaruhi kepercayaan terhadap profesi akuntan dan
masyarakat semakin menyangsikan komitmen akuntan terhadap kode etik profesinya.
Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi atau dapat diatasi apabila setiap
akuntan mempunyai pemahaman, pengetahuan dan menerapkan etika secara memadai
dalam pekerjaan profesionalnya.
Independensi meliputi kepercayaan
terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini
merupakan bagian integritas profesional. Independensi berarti sikap mental yang
bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada
orang lain.
Seorang auditor dalam melaksanakan
tugasnya memperoleh kepercayaan dari
klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran
laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai
kepentingan yang berbeda, dan mungkin saja bertentangan dengan kepentingan para
pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan
yang satu mungkin berbeda dengan pemakai lainnya. Oleh karena itu, dalam
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor
harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan,
maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri.
Independensi merupakan sikap mental,
yang berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan
fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri
akuntan dalam menyatakan pendapatnya. Serta Independensi merupakan penampilan
yang berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen
sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan
persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik, serta berpengaruh
terhadap loyalitas seorang auditor dalam menjalankan tugas profesinya.
BAB 2
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Etika Profesi Akuntansi
Etika Profesi Akuntansi yaitu suatu
ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan. Etika (Yunani
Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu
dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup
analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek
dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu
lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang
normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan
manusia.
2.2 Prinsip-prinsip
Etika Profesi Akuntansi
1.
Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.
Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3.
Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7.
Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
8.
Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
2.3 Basis
Teori Etika
1.
Etika Teleologi
Teleologi berasal dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki arti tujuan. Dalam hal mengukur baik buruknya
suatu tindakan yaitu berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan
akibat yang ditimbulkan dari tindakan yang telah dilakukan.
2.
Deontolog
Deontologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu deon yang memiliki arti
kewajiban. Jika terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan
itu harus ditolak karena buruk?”. Maka Deontologi akan menjawab “karena
perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”.
Pendekatan deontologi sudah diterima oleh agama dan merupakan salah satu teori
etika yang penting.
3.
Teori Hak
Dalam pemikiran moral saat ini,
teori hak merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi
baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak ini merupaka suatu aspek
dari teori deontologi karena berkaitan dengan kewajiban. Hak didasarkan atas
martabat manusia dan martabat semua manusia adalah sama. Oleh karena itu, hak
sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
4.
Teori Keutamaan ( Virtue )
Dalam teori keutamaan memandang sikap atau akhlak
seseorang. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku baik
secara moral. Contoh sifat yang dilandaskan oleh teori keutamaan yaitu
kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.
2.4
Egoisme
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang
menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk
meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial
dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun
orang banyak pada umunya dan hanya memikirkan diri sendiri
Perbedaan
hedonisme dengan egoism :
1.
Egoisme mementingkan diri sendiri
ataupun kelompok meskipun orang atau kelompok lain dirugikan sedangkan
hedonisme mementingkan diri sendiri demi kesenangan yang didapat secara
individual.
2.
Hedonisme mengandung sifat egoisme
sedangkan egoisme belum tentu mengandung hedonisme.
3.
Hedoisme timbul dari kodrat manusia
yang memang menginginkan suatu kesenangan sedangkan egoism timbul tidak hanya
dari psikologis saja tapi bisa dari lingkungan sekitar.
BAB III
OBJEK PEMBAHASAN
SEJARAH BERDIRINYA BANK LIPPO
Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady
yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham
di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim
Ning pada1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot
menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah
menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh
keluarga Liem Sioe Liong.Ia
bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5
persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika
Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada
akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp5
triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia
bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia
melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat
kagum kalangan perbankan nasional.Ia pun
dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing.
Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini
melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu
lahirlah Lippobank.Inilah cikal bakal Grup Lippo.
BAB IV
PEMBAHASAN
DAN ANALISIS
Kasus PT. Bank Lippo Tbk ini berawal
dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang dikeluarkan tanggal 30
September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu terjadi perbedaan informasi atas
Laporan Keuangan yang disampaikan ke public melalui iklan di sebuah surat kabar
nasional pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan yang disampaikan
ke Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Dalam laporan tersebut dimuat
adanya pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan tersebut
disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP
Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.
Penyajian laporan tersebut
dibuat dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan per 30
september 2001 (unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil Alih
(“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per 30
September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, Laba tahun berjalan per 30 September
2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia
(CAR) sebesar 24,77%.
Pada Laporan Keuangan PT. Bank
Lippo Tbk per 30 September 2002, tanggal yang sama yang disampaikan ke Bursa
Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002, ternyata disampaikan laporan
yang berbeda. Laporan itu mencantumkan Pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk
bahwa Laporan Keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan “audited” yang
tidak disertai dengan laporan auditor independen yang berisi opini Akuntan
Publik.
Penyajian laporan juga
dilakukan dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan 30
September 2001 (unaudited). Dicantumkan Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih
(“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, total aktiva per 30
September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002
sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar
4,23%.
Dapat dilihat, bahwa pada
tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik dalam jumlah
AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal tersebut, Pada
tanggal 6 Januari 2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja
menyampaikan Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 kepada
manajemen PT. Bank Lippo.
Dalam laporan tersebut
dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi opini Akuntan Publik
Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut tertanggal 20
November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan
catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002.
Penyajian dalam bentuk
komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000. Total
aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Nilai Agunan Yang
Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, Rugi
bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, Rasio Kecukupan Modal
sebesar Rp. 4,23%.
4.1 Saham
Pada periode yang sama
sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat besar. Ironisnya,
pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan transaksi beli dalam
volume signifikan. Praktik semacam itu menguatkan dugaan memang terjadi
manipulasi laporan keuangan serta insider trading.Dengan tujuan,
manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk dan menguasai saham mayoritas
bank itu.
Banyak yang menduga skenario
yang mereka inginkan adalah pihak manajemen ingin menawar saham terbatas (rights
issue). Lewat cara itu pemegang saham mayoritas saat ini, yaitu pemerintah,
mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang. Karena jika tidak dilakukan,
kepemilikan sahamnya terdilusi. Ringkas kata, pemilik lama menginginkan
pemerintah merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank itu.
4.2 Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton
Hubungan erat antara grup
Lippo dengan Partai Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James Riady, anak
Mochtar Riady si bos Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di Irving Trust
Banking Company di tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke Little Rock, Arkansas
(kota kelahiran Bill Clinton) di tahun 1976.
Di Arkansas, James Riady
bersama Jack Steven mendirikan Worthen Bank dengan modal awal US$ 20 juta. Jack
Steven, yang disebut-sebut sebagai Godfathernya Arkansas ini adalah rekan dekat
Mochtar Riady. Melalui Jack Steven inilah, James Riady bisa kenalan dengan
Jimmy Carter, Bill Clinton dan sebagainya.
Pada tahun 1984, James Riady ditunjuk Jack Steven
menjadi Direktur Utama Worthen Bank.James
Riady pun lalu menunjuk Hillary Clinton sebagai pengacara Worthen Bank.
Disinilah hubungan James Riady dengan pasutri Clinton merapat
Pada tahun 1990an, Bill
Clinton menyatakan kepada James Riady kalau ia berencana maju ke pemilu
presiden AS. James Riady pun memberitakan kabar tersebut kepada ayahnya,
Mochtar Riady.Mochtar Riady pun langsung memerintahkan James Riady partisipasi
aktif dalam kampanye Bill Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh anggota dan
jaringan yang dimiliki Lippo Group pun dikerahkan untuk membantu kampanye Bill
Clinton
Bentuk sokongan James Riady dan
Ted Sioeng pada Bill Clinton – Al Gore adalah pengumpulan dana kampanye. Fokus
dari tim pengumpulan dana kampanye Clinton – Al Gore yang ditangani James Riady
dan Ted Sioeng adalah dari pengusaha-pengusaha Asia. jumlahnya dana yang
dikumpulkan James Riady – Ted Sioeng untuk Clinton – Al Gore mencapai US$ 7,5
juta.
Secara pribadi dan perusahaan,
keluarga Riady dan Lippo Group mendapat jaringan dan keleluasaan berbisnis di
AS . Indonesia pun mendapat ‘Keringanan bea impor’ ke AS pada masa Bill
Clinton. Karena para pengusaha Tionghoa di Indonesia ikut menyetor dana ke
Clinton, maka mereka melobi kemudahan perdagangan, Tak cuma Indonesia, RRC pun
ikutan memperoleh kemudahan impor produk-produk RRC ke AS semasa Clinton.
Hasil kerja #LippoGate inilah
yang menjadi salah satu pemicu kenapa para pengusaha Tionghoa Indonesia mulai
eksodus ke pasar global.Sejak tahun 1994,
satu per satu para pengusaha besar memindahkan markas besar usahanya ke luar
negeri.Indonesia hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat produksi, tapi
hasil, uang dan keuntungannya semua dibawa ke Singapura dan Hong Kong.Dampak
migrasi dana-dana para pengusaha ini bagi Indonesia??Rupiah mengalami pelemahan
berturut-turut dan menjadi salah satu pemicu krisis moneter Asia.
Ketika skandal sumbangan Lippo
Grup utk kampanye Clinton tsb terbongkar, Partai Demokrat terpaksa kembalikan
hampir US$ 500 ribu. Sementara itu, Muchtar dan James Riady /Lippo Grup
dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS atas pelanggaran UU dana kampanye AS
karena terbukti melanggar hukum terkait pemberian sumbangan dana kampanye
Capres PD, Bill Clinton. Keluarga Riady /Lippo Grup dihukum membayar denda US$
8.6 juta atau Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.
4.3 Pelanggaran Hukum Oleh Bank Lippo
Dari kronologi kasus yang telah di uraikan di
bab sebelumnya atas kasus laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 september
2002 yang disampaikan ke publik per 28 november 2002, Bank Lippo telah
melakukan pelanggaran pasal 93 Undang-undang Pasar Modal.
Yang dimana dalam pasal 93 Undang–undang Pasar
Modal menyebutkan bahwa setiap pihak dilarang dengan cara apapun, membuat
pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau
menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di Bursa Efek apabila pada saat
pernyataan di buat atau keterangan diberikan:
a.
Pihak
yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau
keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau
b. Pihak
yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material
dan pernyataan atau keterangan tersebut
Unsur-unsur
dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Tindakan
tersebut mempengaruhi harga efek di bursa efek
b.
Setiap
pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan
keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan
c.
Pihak
yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau
keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak
cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material pernyataan atau
keterangan tersebut.
Di dalam kasus PT. Lippo Bank
Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93 Undang-Undang Pasar
Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek.
Dari fakta menunjukan bahwa
tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang menyesatkan pada
laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan ketidakpastian di
masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa.Saham
PT. Lippo Bank Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh
missleading information tersebut.
Terlihat bahwa akibat laporan
keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan harga. Bahkan, tidak semata-mata
berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga bursa efek secara
keseluruhan.
Kedua, setiap Pihak dilarang
dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara
material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus tersebut ditemukan fakta
sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang
diiklankan di media massa pada tanggal 28 November 2002, Manajemen PT. Bank
Lippo Tbk menyatakan bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan
Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan
Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
Akan tetapi, Hasil pemeriksaan
Bapepam menunjukan bahwa laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September
2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang
tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan
Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan atau keterangan yang
diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam laporan tersebut secara
material tidak benar atau menyesatkan.
Ketiga, pihak yang
bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau
keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak
cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau
keterangan tersebut.
Pencantuman kata “audited”
pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 membawa
implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun
sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan
ke publik tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002
sebesar Rp. 24,185 triliun, laba tahun berjalan sebesar Rp. 98,77 miliar dan
CAR sebesar 24,77%.
Sekilas dengan membaca laporan
ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan dengan bagus. Dengan
demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan
perusahaan misalnya Investor melakukan pembelian saham Lippo secara
besar-besaran.
Hal ini tentunya merugikan
Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka keputusan yang diambilnya
juga tidak tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana Laporan Keuangan
per 30 September yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang sudah diaudit
oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September
2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR
sebesar 4,23%.
4.4 Penjelasan Dari Pihak Bank Lippo
Dari fakta yang telah
diuraikan sebelumnya, PT. Bank Lippo Tbk telah dua kali memberikan penjelasan
dan pemaparan kepada publik berkaitan dengan adanya perbedaan dalam Laporan
Keuangan per 30 September 2002 yang disampaikannya.
Pertama, dalam pengumuman
penjelasan di Harian Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank Lippo Tbk
menegaskan bahwa Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002
adalah informasi yang akurat dan benar serta mencerminkan kinerja Bank Lippo
yang sesungguhnya yakni CAR 24,77% dan NPL 9,03%.
Kedua, dalam paparan publik di
Hotel Aryaduta Jakarta tanggal 11 Februari 2003. Manajemen PT. Bank Lippo Tbk
kembali menegaskan bahwa angka-angka yang disajikan dalam Laporan Keuangan per
30 September 2002 yang telah dipublikasikan ke media massa pada 28 November
2002 dalam rangka memenuhi peraturan BI adalah angka-angka yang akurat dan
benar serta telah disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).
Sementara itu dilain pihak,
Auditor dari laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 yakni Ernst
& Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam penjelasan
tertulisnya kepada Bapepam menyatakan bahwa mengaudit satu laporan. Laporan
keuangan itulah yang disampaikan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002.
Dijelaskan bahwa dalam laporan keuangan hasil audit Ernst & Young and
Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) berbeda dengan laporan konsolidasi
yang dipublikasikan.
Laporan keuangan yang
dipublikasikan tanggal 28 November 2002 menyebutkan aktiva Bank Lippo sebesar
Rp. 24 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 28 miliar. Padahal menurut laporan
yang diaudit oleh tim audit dari Ernst & Young and Partner (Prasetyo,
Sarwoko dan Sandjaja) sebagaimana dilaporkan kepada BEJ tanggal 27 Desember
2002 menyebutkan aktiva Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3 triliun.
Dengan demikian terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh
pihak manajemen dengan pihak auditornya.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk tidak cukup berhati-hati
dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam
laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik tanggal 28
November 2002.Pihak manajemen dalam mempublikasikan laporan keuangan tersebut terbukti
tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and
Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja).
Oleh karena ketiga unsur dalam
pasal 93 Undang-undang Pasar Modal telah terpenuhi maka tindakan pihak
manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam memberikan keterangan atau informasi laporan
keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik merupakan suatu
tindakan penyesatan informasi publik (misleading information). Dengan demikian,
memang benar telah terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Bank
Lippo, Tbk.
4.5 Putusan Atas Kasus Laporan Ganda Bank Lippo
Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa
peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank Lippo menyerahkan laporan kemajuan
(progress report) setiap minggu sekali mulai 24 Februari sampai keluarnya
laporan keuangan auditan tahun 2002.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pun
memberikan sanksi. Dalam siaran persnya tanggal 17 Maret 2003 mengumumkan
pemberian sanksi administratif kepada Direksi PT. Bank Lippo Tbk berupa
kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan
terhadap PT. Bank Lippo Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada
pemegang saham perihal kekurang hati-hatian yang telah dilakukan serta sanksi
administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo Tbk dalam Rapat Umum Pemegang
Saham berikutnya.
Pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran
ini adalah Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetyo, Sarwoko dan
Sandjaja sebagai penanggung jawab pemeriksaan atau audit atas laporan keuangan
PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002. Atas kelalaian yang dilakukannya
Bapepam menjatuhkan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas
Negara sebesar Rp. 3,5 juta.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan kasus tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa kode etik profesi akuntansi yang telah
dilanggar, yaitu :
·
Dengan memanipulasi laporan keuangan, secara langsung telah
melanggar etika tanggung jawab profesi dan perilaku professional
·
Selain itu, melanggar etika kepentingan publik karena telah
mengesampingkan kepentingan publik
·
Kompetensi dan kehati-hatian profesional telah di langgar,
karena tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari
pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan per 30 september 2002 yang
di sampaikan ke public tanggal 28 november 2002
· Pelanggaran
integritas telah dilakukan, ini ditunjukkan dari sikap ketidakjujuran dan tidak
berterus terang dengan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
·
- IAI, Standar Profesional Akuntan Publik/SPAP (Kode Etik Akuntan Indonesia dan Aturan Etika Profesi Akuntan Publik). Jakarta : Salemba Empat, 2001.
PERTANYAAN
1.
Herliana Lobay
Akun – akun apa saja yang di gelembungkan
untuk menutupi kerugiannya?
Akun – akun yang di gelembungkan untuk
menutupi kerugiannya, yaitu total aktiva, laba tahun berjalan dan CAR (Capital
Adequacy Ratio).
2.
Muhammad Handy
Apa yang dilakukan investor jika ada
manipulasi?
Sebagai seorang investor, tentu harus
cermat dalam berinvestasi. Jika seorang investor mengetahui bahwa terdapat
manipulasi dalam laporan keuangan tersebut, maka dia harus berpikir dengan
cermat karena bisa saja merugikannya jika mereka berinvestasi.
3.
Imam Rasunda
Dampak kasus ini terhadap IHSG?
Akibat adanya manipulasi laporan
keuangan, tingkat kepercayaan investor menurun. Tingkat kepercayaan investor
yang menurun menyebabkan IHSG menurun.